Minggu, 25 Juli 2010

Resume Perbandingan Madzhab


RESUME
PERBANDINGAN MAZHAB I

Nama                   : AGUS SALIM
NIM                     : 107011003618
Semester/Kelas   : VI – E (Enam)
Dosen                   : H. Abdul Halim Sholeh
Jurusan                 : Pendidikan Agama Islam (PAI) UIN Syahid Jakarta 
                                 Rabu, 9 Juni 2010

A. Perbandingan Mazhab

Perbandingan mazhab dalam bahasa Arab disebut muqaranah al-madzahib, kata muqaranah menurut bahasa, berasala dari kata kerja qarana yuarinu muqaranatan yang berarti mengmpulkan, membandingkan dan menghimpun. Pengertian ini diambil dari perkataan orang Arab yang berarti menggabungkan sesuatu. Mazhab asal artinya tempat berjalan, aliran. Dalam istilah islam berarti pendapat paham atau aliran seseorang alim besar dalam islam yang disebut imam seperti mazhab imam Abu Hanifah dan sebagainya.

Ruang lingkup perbandingan mazhab adalah:

Hukum-hkum amaliyah, baik yang disepakati, maupun yang masih diperseliihkan antara para mujtahid dengan membahas cara berijtihad mereka dan sumber-sumber hukm yang dijadikan dasar oleh mereka dalam menetapkan hukum.
 Dalil-dall yang dijadikan dasar oleh para mujtahid bak dari Al-Qur’an maupun sunah atau dalil lain yang diakui oleh syara
Hukm-hukum yang berlaku di Negara tempat muqarin hidup, baik hukum nasional maupun positif dan hukum internasional.
Tujuan dan manfat mempelajari perbandingan mazhab adalah:
 Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hkumnya disertai dalil-dalil tau lasan yan dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istibath hukum dari dalilnya oleh mereka.
Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yan digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid) dal
Dalam mengistinathkan hukum dari dall-dalilna. Dimana setiap imam mujtahid tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari As-Sunnah dan Al-Qur’an dengan perbedaan interpretasi.
Ikhtilaf dalam islam
Ikhtilaf berarti berselisih tidak sepaham. Sedangkan secara terminology fiqih ikhtilaf adalah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqih sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum tertentu.
Sebab-sebab ikhtilaf yaitu:
 Ø Perbedaan pemahaman tentang lafadz nash.
 Ø Perbedaan dalam masalah hadits.
 Ø Perbedaan dalam pemahaman dan penggunaan kaidah penggunaan kaidah   lughawiyah nash.
 Ø Perbedaan dalam mentarjihkan dalil-dalil yan berlawanan.
 Ø Perbedaan tentang qiyas.
 Ø Perbedaan dalam penggunaan dalil-dalil hukum.
 Ø Perbedaan dalam masalah nash
Ø Perbedaan dalam pemahaman illat hukum.

 Mazhab dalam fiqih

Mazhab menurut istilah ada beberpa pendapat dalam memberikan pengertian, yaitu:
a) Menurut Said Ramdani al-Butyi adalah jalan yang ditempuh oleh seseorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum islam dari Al-Qur’an dan hadits.
b) Menurut KH. Abdurahman, mazhab dalam istilah islam berarti pendapat atau aliran seorang alim besar dalam islam yang digelari imam seperti mazhab Imam Abu Hanifah.
c) Menurut A. Hasan mazhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat seorang alim besar urusan agama baik dalam masalah ibadat ataupun lainnya.
B. Ketentuan-Ketentuan Yang Harus Dipenuhi Orang Yang Mempelajari Perbandngan Mazhab

1. Kewajiban Muqarin
Melakukan studi perbandingan mazhab ini tidak mudah sehingga tidak semua orang dapat melakukannya, sebab studi ini akan mennetukan sikap setelah menilai pendapat mazhab-mazhab untuk mengambil yang menurut pandangannya lebih maslahat serta lebih kuat alasannya. Tugas ini menghendaki agar si muqarin itu hendaklah memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan pandangan yang objektif disertai penambilan pendapat mazhab yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan atas kebenaran nisbat pendapat itu kepada mazhab yang diperbandingkan. Di samping iu juga perlu didasari oleh sikap toleransi dan objektifitas serta kesadaran akan tanggungjawabnya. Karena itu, seorang muqarin harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memiliki sifat ketelitian dalam mengmbil pendapat mazhab dari kitab-kitab fiqih mu’tabar dan benar-benar dikenal.
b. Hendaknya mengmbil/memilih dalil-dalil yang kuat dari setiap mazhab serta tidak mmbatasi diri pada dalil-dalil yang lemah dalam menyelesaikan suatu masalah.
c. Memiliki pengetahuan tentang asal usul dan kaidah yang dijadikan dasar oleh setiap mazhab dalam mengambil dan melakukan hukum.
d. Mengetahui pendapat-pendapat ulama yang bertebaran dalam kitab-kitab fiqih disertai dalil-dalilnya, dan harus pula mengetahui cara-cara mereka beristidlal dan dalil-dalil yang mereka jadikan pegangan.
e. Hendklah muqarin setelah mendiskusikan pendapat mazhab-mazhab tersebut dengan dalil-dalilnya yang terkuat, mentarjih salah satunya secara objektif, tanpa dipengaruhi oleh pendapat mazhabnya sendiri yang sudah benar-benar adil tanpa dipengaruhi apapun selain membela kebenaran dan keadilan semata.

2. Langkah-langkah Kajian dalam Fiqih Muqaran
Seorang peneliti fiqih muqaran idealnya harus menempuh lngkah-langkah sebagai berikut:
a. Menentukan masalah yag akan dikaji, umpamanya masalah “hkum bacaan msmalah” pada awal fatihah di dalam shalat.
b. Mengumpulkan semua pendapat fuqaha yang menyangkut dengan masalah tersebut dengan meneliti semua kitab-kitab fiqih dalam berbagai mazhab.
c. Mengumpulkan semua dalil dan jihat dalalahnya yang menjadi lanadasan semua pendapat yang dikutip, baik dalil-dalil itu berupa ayat Al-Qur’an atau As-Sunnah, ijma dan qiyas aaupun dalil-dalil lain.
d. Meneliti semua dalil, untuk mengetahui dalil-dalil yang dhaif agar dapatr dibuang dan untuk mengetahui dalil-dalil yang kuat serta shah untuk dianalisa lebih lanjut.
e. Menganalisa dalil dan mendiskusikan jihat jihat didalalahnya, untuk mengetahui apakah dalil-dalil itu telah tepat digunakan pada tempatnya dan didalalahnya memang menunjukkan kepada hukum dimaksud, ataukah ada kemungkinn atu alternative yng lain.
f. Menelusuri hikmah-hkmah yangterkandung di belakang perbedaan itu, untuk dimanfaatkan sebagai rahmat Allah SWT.
g. Untuk mengevaluasi kebenaran-kebenaran pendapat yang terpilih itu, perlu dikaji sebab-sebab terjadinya pendapat yang pada prinsipnya tidak keluar dari empat sebab ulama yang akan diuraikan. Dan seterusnya.

3. Hukum Mengamalkan Hasil Muqaranah Mazahib
Melakukan studi perbandingan mazhab untuk mendpatkan dal yang terkuat dan mengamalkan hasilnya adalah wajib. Meskipun sebagaian ulama muta’akhirin berpendapat, bahwa mengamalkan hasil muqaranah akan mengakibatkan perpindahan mazhab atau talfiq dan tidak dibenarkan. Pendapat dianggap lemah karena tidak berlandaskan dalil yang kuat. Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak melarang untuk pindah mazhab.
Hasil studi perbandingan yang terbaik adalah mengamalkan apa yang menurut muqarin paling kuat dalilnya, baik bagi si muqarin maupun bagi orang yang melakukan studi perbandingan atu yang sedang meneliti dalil-dalil yang terkuat untuk masalah tertentu.

C. Hakikat dan Munculnya Ikhtilaf dalam Fiqih
Sementara orang menyangka, bahwa perbedaan pendapat dalam masalah fiqih adalah karena semata-mata pendapat pribadi orangnya, sehingga munncullah mazhab dan pendapat-pendapat. Anggapan orang yang keliru didukug pula oleh sikap orang-orang yang “fanatic buta” terhadap mazhab dan mengangkat pendapat mazhb lebih tinggi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, di satu pihak dan pihak lain hampir semua kitab “matan” tidak menyebutkan sandaran pendapat Al-Qur’an atau As-Sunnah ataupun cara pengalisaannya.
Syaikh Muhamad al-madaniyah dalam bukunya Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha, membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam, yaitu:
1. Pemahaman Al-Qur’an dan sunnah rasul.
2. Sebab-sebab khusus tentang sunnah rasul.
3. Sebab-sebab yang berkenaan dengn aqidah-aqidah ushuliyah atau fiqhiyah.
4. Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil-dalil di luar Al-Qur’an dan sunnah Rasul.


Sebab-sebab khusus menganai sunah Rasul, yaitu:
Perbedaan dalam penerimaan haits.
Perbedaan dalam menilai periwayatan hadits.
Ikhtilaf tentang kedudukan Rasulullah SAW.
Hikmah adanya Ikhtilaf, yaitu:
1) Niatnya jujur dan menyadari akan bertanggungjawab bersama.
2) Ikhtilaf itu digunakan untuk mengasah otak dan untuk memperluas cakrawala berpikr.
3) Memberikan kesempatan berbicara kepada lawan atau pihak yang berbeda pendapat dan bermuamalah dengan manusia lainnya yang menyangkut kehidupan di sekitar mereka.

Tujuan mengetahui sebab terjadinya ikhtilaf
Mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat para imam mazhab dan para ulama fiqih, sangat penting untuk membantu kita, agar keluar dari taqlid buta, karena kita akan mengetahui dalil-dalil yang mereka pergunakan serta jalan pemikiran mereka dalam penetapan hukum suatu masalah. Sehingga dengan demikian akan terbuka kemungkinan untuk memperdalam studi tentang hal yang diperselisihkan, meneliti sistem dan cara yang lebih baik, serta tepat dalam mengistinbatkan hukum juga dapat mengembangkan kemampuan dalam hukum fiqih bahkan akan terbuka kemungkinan untuk menjadi mujtahid.

D. Sebab-Sebab Terjadinya Ikhtilaf Di Kalangan Sahabat
Ikhtilaf di sekitar Fatwa Sahabat
Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ulama, bahwa perkataan sahabat yan tidak hanya berdasarkan pkiran semata-mata adalah menjadi hujjah bagi umat islam. Hampir smua ahli ushul (fiqih) menyatakan hal serupa ketika membahas tentang mazhab sahabat (fatwa sahabat).
Adapun yang masih diperselisihkan leh para ulama adalah perkataan sahabat yang semata-mata berdasarkan hasil ijtihad mereka sendiri dan para sahabat tidak dala satu pendirian, contoh perbedaan pendapat dikalangan sahabat antara lain:
Umar bin Khattab berkata, bahwa iddah wanita hamil yang ditinggal mati adalah ia sampai ia melahirkan sedangkan menurut Ali bin Abi Thalib adalah melewati dua masa, yaitu masa melahirkan dan melewati 4 bulan 10 hari.
Perbedaan pendapat ini terjadi karena Allah SWT menetapkan iddah wanita hamil yang diceraikan adalah sampai melahirkan dan iddah wanita hamil yang ditinggal mati suaminya adalah 4 bulan 10 hari tanpa perincian yang jelas.

Ikhtilaf dan sekitar Fatwa Tabi’in
Pada masa Tabi’in kedudukan ijtihad merupakan alat untuk menggali hukum Islam semain meluas, meskipun prinsip musyawarah sudah kurang berfungsi, karena sulit untuk dilaksanakan, mengingat ulama sudah mulai terpencar-pencar keeluruh wilayah islam. Juga disebabkan kaum muslimin telah terpecah belah setelah wafat khalifah Usman menjadi 3 yaitu: golongan Khawarij, Syiah, dan golongan Jumhur. Semula perpecahan tersebut hanya mengenai masalah politik dalam pemerintahan islam, namun kemudian berpngaruh juga terhadap perkmbangan dan perrttumuhan hukum islam, terutama pada masa sesudahnya. Hal ini disebabkan masalah politik yang berakibat dalam bidang ijtihad yang akhirnya menimbulkan perbedaan pendapat dalam menetapkan hukum islam. Walaupun pada hakikatnya masing-masing golongan itu hampir sama dalam hal pendirianya tntang masalah politik, tetapi mengenai masalah hukum terdapat perbedaan pendapat dari masing-masing golongan.

Faktor-faktor yang menimbulkan perbedaan antara ahlul al-hadist dan ahlul al-ra’yi:
  1. hadis-hadis Nabi saw.dan fatwa-fatwa sahabat di Irak tidak sebanyak seperti di Hijaz, dan oleh karena itu fuqaha Irak harus memeras otak dan berusaha memahami pengertian nas dan illa penetapan sesuatu hukum dan syara’ agar pengertian hukum tersebut bisa mencakup apa yang tidak bisa dicakup oleh kata-katanya.
  2. negeri Irak merupakan pusat pergolakan politik dan pusat pertahanan golongan syiah dan khawarij mana salah satu akibat negatifnya ialah adanya pemalsuan terhadap hadis-hadis rosul. Dan oleh karena itu, fuqaha-fuqaha Irak harus berhati-hati dalam menerima periwayatan hadis. Dan untuk menerimanya mereka mengharuskan terkenalnya hadis tersebut dikalangan ulama-ulama fiqh. Kalau ada sesuatu hadis yang tidak sesuai dengan tujuan penentuan hukum dari syara’ maka hadis tersebut dita’wilkan atau ditinggalkan.
  3. lingkungan hidup di Irak lain dari pada lingkungan hidup di Hijaz, karena negeri Persi yang menguasai Irak sebelumnya telah meninggalkan beraneka. Hubungan-hubungan keperdataan dan kebiasaan yang tidak dikenal di Hijaz oleh karena itu lapangan ijtihad di Irak luas sekali dan kemampuan untuk menggali atau membahas hukum-hukum Islam lebih banyak dimiliki oleh fuqaha-fuqaha Islam.


Memahami perbedaan ulama dalam pemahaman Nash
            Di dalam pembagian nash terdapat kriteria dua dalil hukum yaitu: Qati’iyud dalalah dan zhanni’iyud dalalah. Kriteria dalil hukum Qati’iyud dalalah adalah seperti al-Quran dan al-Hadis akan tetapi di dalam kedua sumber hukum ini juga terdapat hukum yang bersifat zhanni’iyud dalalah. Pada ayat-ayat al-Qur’an yang termasuk dalam kategori ayat-ayat Qati’iyud dalalah, tidak dapat ditakwilkan dan dipahami dengan arti yang lain kecuali dengan hanya arti yang sesuai dengan nash-nash (ayat-ayat) tersebut begitu juga dengan hadis yang bersifat Qati’iyud dalalah kebanyakan dalam masalah ketauhidan.
            Adapun yang menjadi daerah tempat terjadi ikhtilaf dalam garis besarnya terdapat pada:
  1. ayat-ayat al-Quran yang Qati’iyud dalalah
  2. hadis-hadis yang zhaniyatu dalalah
  3. masalah-masalah atau peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash (Al-Quran dan Hadis)

Tidak ada komentar: